Saat berbelanja di mal atau supermarket, Anda tentu sering menyaksikan kegiatan ini: kasir menyorotkan sinar merah pada deret garis hitam (barcode) pada barang yang dibeli konsumen. Terdengar suara ”tit” kemudian tertera nama dan harga barang di layar. Jika pemindai elektrik mogok, jemari kasir menggantikannya dengan mengetik deretan angka yang tertera di bawah barcode.
Barcode ciptaan Norman Joseph Woodland, dosen Institut Teknologi Drexel, Philadelphia sekitar setengah abad lalu merupakan simbol yang sangat populer dalam dunia industri. Hampir semua barang dan benda buatan industri diberi barcode. Sedemikian meluasnya penggunaan barcode, se-hingga kawan saya, seorang mahasiswa theologia khawatir hari kiamat telah dekat. Apa hubungannya? Menurutnya, dengan mengutip kitab suci, jika benda-benda dan manusia telah diberi kode dan simbol, itulah saat datangnya hari akhir.
Penggunaan barcode memangkas waktu dan biaya untuk mengidentifikasi suatu barang secara cepat dan mudah. Coba bayangkan andai kasir harus mengetik semua kode barang yang dibeli pengunjung secara manual, pasti antrean kasir semakin panjang.
Barcode merupakan deretan angka yang disimbolkan dalam bentuk pola garis hitam berbentuk batang. Batang pertama berfungsi sebagai penanda awal. Nilai batang berikutnya tergantung jarak dan ukurannya dibanding batang sebelumnya.
Kode barcode memiliki panjang 13 digit, dengan rincian kode negara (2-3 digit pertama), jenis barang, kode produsen, serta satu angka terakhir sebagai cek digit. Cek digit berfungsi untuk ”menggenapkan”. Jika nomor itu dihitung menggunakan algoritma tertentu (dalam hal ini algoritma Luhn), nilai akhirnya adalah sepuluh. Cek digit berguna untuk meminimalisasi salah ketik jika kode barang diinput secara manual.
Namun saat ini barcode yang hanya bisa menyimpan 13 digit data sudah tak memadai. Ada kebutuhan agar barcode bisa menyimpan lebih banyak informasi. Bukan sekadar identitas produk, namun aspek lain yang terkait. Misalnya keterangan produk, informasi produsen (alamat, nomor telepon, bahkan alamat URL website).
Misalnya saja sebuah kamera digital. Hanya dengan menyorotkan pemindai ke barcode, kode bisa masuk ke website produsen kamera tersebut tanpa perlu mengetik alamat URL-nya pada browser. Selain itu, barcode juga bisa menampilkan detail spesifikasi teknis produk tersebut, termasuk panduan manualnya pada komputer.
Bersifat Gratis Untuk keperluan itu saat ini telah tersedia barcode dua dimensi atau disebut 2D Barcode (biasa disingkat 2D Code). Penggunaan istilah ”barcode dua dimensi” sebenarnya kurang tepat karena simbol baru itu tidak lagi berbentuk batang. Itu berupa susunan titik atau kurva dalam suatu area berbentuk segi empat.
Sebagaimana halnya barcode klasik, konfigurasi matrik dari titik-titik tersebut menyimbolkan nilai tertentu. Bedanya, nilai pada 2D Code bukan hanya angka namun juga huruf. Perbedaan lain, barcode klasik hanya dibaca pada arah horisontal, sedangkan 2D Code dibaca pada arah horisontal dan vertikal.
Saat ini barcode dua dimensi sudah digunakan secara luas di negara maju, terutama Jepang dan Amerika Serikat. Lembaga standardisasi internasional (di antaranya International Standard Organization) telah mengesahkan beberapa jenis barcode dua dimensi.
Beberapa standar yang mesti dipenuhi pembuat kode adalah, scanning dari semua arah harus menghasilkan nilai yang sama. Ini untuk menghindari kekeliruan akibat salah posisi (misalnya, produk dipegang secara terbalik). Syarat lain, aplikasinya harus bersifat gratis. Lebih dari 42 algoritma simbolis telah diciptakan berbagai perusahaan untuk disahkan sebagai barcode dua dimensi. Produsen bebas memilih salah satu dari barcode tersebut untuk digunakan mengkodekan produknya.
Salah satu kode yang populer adalah Quic Response (QR Code) ciptaan Denso Ware, yakni divisi Toyota Corporation Jepang. Pola simbol berupa matriks titik dalam suatu area berbentuk persegi empat. Ukuran kotak sekitar 1,5 centimeter persegi. QR Code bisa menyimpan data numerik sepanjang 7.089 digit dan 4.296 karakter huruf.
Keunggulan lain (bagi produsen asal Jepang) adalah mampu membuat kode untuk aksara kanji dengan kapasitas 1.817 huruf. Semula QR Code hanya digunakan untuk keperluan internal Toyota, yakni mendata produksi mobil. Namun akhirnya dilepas ke publik. Selain QR Code, beberapa kode batang dua dimensi yang juga populer adalah PDF417 (diciptakan Simbol Technologies asal AS), Data Matrix (RVSI Acuity Matrix AS), dan Maxi Code. (Panji-80)
Alat Pembaca Barcode 2 Dimensi ( 2 D Barcode Scanner)